Ramalan Jayabaya

- Joyoboyo

Joyoboyo adalah raja Kediri yang memerintah antara tahun 1130 sampai dengan tahun 1157 Masehi, yang merupakan penerus dari raja Airlangga. Masa pemerintahnnya tidak banyak disebut dalam catatan sejarah kecuali masa itu dikenal sebagai masa kejayaan kesusasteraan Jawa kuno. Dalam masa pemerintahan Joyoboyo, dua sastrawan yaitu Mpu Sabdah dan Mpu Panuluh diperintahkan oleh Joyoboyo untuk menyadur kitab Mahabrata sansekerta kedalam kakawin jawa kuno Bharatayudha. Kedua satrawan jawa kuno itu juga sekaligus menggubah kakawin Gatutkacasraya dan Hariwamsa dalam bentuk puji puji sesembahannya sang Mapanji Jayabhaya Dharmeswara Madhusuddhama Wartamidhita.

Masa pemerintahan Joyoboyo ini dalam tradisi jawa disebut sebagai jaman keemasan sastra jawa kuno, bahkan Jojoboyo sendiri disebut juga telah meramalkan kejatuhan kekuasaannya sendiri serta ramalan jatuh bangunnya tanah jawa seperti yang tertuang dalam syair yang diciptakannya.




Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran.
Tanah Jawa kalungan wesi.
Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang.
Kali ilang kedhunge.
Pasar ilang kumandhang.
Iku tanda yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak.
Bumi saya suwe saya mengkeret.
Sekilan bumi dipajeki.
Jaran doyan mangan sambel.
Wong wadon nganggo pakaian lanang.
Iku tandane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman.
Akeh janji ora ditetepi.
Akeh wong wani mlanggar sumpahe dhewe.
Manungsa pada seneng nyalah.
Ora ngindahake hukum Allah.
Barang jahat diangkat-angkat.
Barang suci dibenci.
Akeh manungsa mung ngutamake duwit.
Lali kamanungsan.
Lali kabecikan.
Lali sanak lali kadang.
Akeh Bapa lali anak.
Akeh anak wani nglawan ibu.
Nantang bapa.
Sedulur pada cidra


Ramalan itu menjadi menarik sebab itu dibuat pada abad kesebelas dimana kereta tanpa kuda atau perahu terbang diawang2 menjadi kenyataan pada abad ke 19.

Jika kita lihat ramalan Joyoboyo bersifat universal perkembangan dunia.

Yang lebih spesifik ramalan mengenai pemimpin negeri adalah karya pujangga Ronggowasito tentang satria piningit pemimpin bangsa Indonesia dimana banyak orang menafsirkan SBY adalah satria yang keenam peletak dasar pemimpin berikutnya yang diramalkan akan membawa negeri mencapai kejayaan. Akan tetapi kita tak tahu kebenaran sesungguhnya, kita cuma bisa menunggu dan berharap.

Berbicara tentang ramalan, tentu akan bertentangan dengan kaedah ajaran agama yang mempercayai hanya Tuhan yang dapat menetukan masa depan. Namun terlepas dari pandangan agama, ramalan dapat berupa sebagai analysa sebab dan akibat. Kita lihat kata bait2 terakhir ramalan jayabaya, sikap yang tidak saling menghargai dapat menimbulkan konflik, itu bisa terjadi dalam hubungan antar bangsa atau antar manusia.


(Ref: Artikel dalam Kompasiana)



Ditulis Oleh : Wahyu Winoto, S.Pd. Hari: 11:56:00 PM Kategori:

0 komentar: