TINJAUAN SOSIAL EKONOMI DALAM KAJIAN KERUSAKAN LAHAN DAN VEGETASI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL JAWA TENGAH

Sebuah bahan bacaan dan renungan perencanaan kawasan pesisir pantai

(Oleh : Wahyu Winoto *)

- Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan kondisi geografi yang menjadi
peruntungannya. Dengan lebih dari 17.000 pulau yang terbantang di garis
khatulistiwa dan terbentang sepanjang 5.110 km dari timur ke barat, serta luas
daratan sebesar 1.919.443 km2. pulau-pulau tersebar luas ini menjadi tempat
bentangan hutan hujan tropis terbesar kedua di dunia, yang mencakup lebih
kurang 109 juta hektar atau 56% tanah daratannya. (GAO/FAO, 1990 dalam
Ali kodra,2004).

Kondisi tersebut dapat dikatakan merupakan nilai lebih bagi suatu
kawasan, dalam hal ini Indonesia, walaupun yang terjadi dalam masyarakat
kita adalah munculnya bebarbagai masalah dari aspek-aspek yang ada
disekitarnya. Kerusakan lahan ataupun tanah telah lama diketahui oleh
masyarakat umum, para pakar maupun para pengambil keputusan sejak lama.
Kesadaran akan pentingnya perhatian terhadap kerusakan lahan/tanah ini
sejalan dengan adanya revolusi hijau, populernya konsep Malthus yang
menitik-beratkan akan dampak tekanan penduduk terhadap ketersediaan lahan
bagi sektor pertanian yang dapat menjamin ketersediaan bahan pangan.
Pada masa kinipun perdebatan diseputar kerusakan lahan/tanah masih
berlangsung, baik ditingkat konsep maupun teknis, Isu kerusakan lahan/tanah
ini sendiri berkembang sebagai isu lokal sampai dengan isu global, seperti
yang terjadi pada the Earth Summit di Brazil pada tahun 1992. Namun sampai
saat ini nampaknya belum ada kesatuan pandangan mengenai penilaian
terhadap arti dari kerusakan lahan/tanah yang mungkin disebabkan oleh
adanya perbedaan kepentingan dalam pemanfaatan tanah itu sendiri. Kondisi
ini juga sangat kental terjadi di Indonesia.

Wilayah pesisir Indonesia terdiri dari tiga ekosistem utama, yaitu
mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Dari keberadaan ketiga
ekosistem tersebut, ekosistem mangrove mempunyai peran lebih menonjol,
luas mangrove di Indonesia menyumbang 23,50% dari total luas mangrove di
dunia, yaitu lebih kurang 9,6 juta ha yang berada dalam wilayah administrasi
kawasan hutan dan non-kawasan hutan (Spalding et al.,1997 dalam
Dahuri,2001) Hasil-hasil penelitian juga telah meningkatkan pemahaman
tentang nilai, fungsi, dan atribut ekosistem mangrove. Sehingga dalam tahuntahun
terakhir ini, biodiversitas mangrove dan konservasinya telah menjadi
perhatian dunia. Pada waktu yang sama, habitat kawasan pesisir di setiap
pulau-pulau di Indonesia berada dalam tekanan yang berat sebagai akibat
pertumbuhan penduduk dan pembangunan.

Jawa Tengah yang mana memiliki panjang pantai pantura sepanjang
486,73 km, sebanyak 4.707,83 ha wilayah pantainya mengalami abrasi,
fenomena akresi paling besar di propinsi Jawa Tengah yaitu terdapat di
Kabupaten Brebes (310 ha). Kerusakan ekosistem terumbu karang seluas
9.759 ha di di Kota Tegal Jawa Tengah pada tahun 2003, sebanyak 78%
kondisinya rusak berat, 14% rusak sedang, dan sisanya 8% masih baik.
Penyebab kerusakan terumbu karang antara lain karena kegiatan
penambangan karang, tambatan jangkar kapal, maupun penangkapan ikan
karang dengan bahan peledak, bom maupun racun, di samping karena faktor
alam (Bappedal,2004).

- Isu dan Permasalahan yang Banyak Berkembang

Banyak pihak yang telah berpikir dan bekerja bagi sejumlah isu-isu
lingkungan yang lebih populer beberapa dekade belakangan ini seperti adanya
efek rumah kaca, El Nino, Namun jarang yang berpikir adanya kaitan antara
isu-isu populer itu dengan fenomena kerusakan lahan/tanah maupun
kerusakan kawasan hijau dan kawasan mangrove. Walaupun mungkin masih
terlalu dini untuk dapat meyakinkan adanya hubungan langsung antara kerusakan lahan/tanah, kerusakan tumbuh-tumbuhan penutup lahan dengan
problematika lingkungan yang populler tersebut namun dengan menggunakan
kerangka berpikir sistem ekologi global tentunya dapat dilihat secara empiris
dan menyeluruh adanya kenyataan hubungan tersebut.

Tidak dapat dipungkiri adanya hubungan antara intervensi kegiatan
manusia dalam merubah tatanan lahan dan tanah disuatu daerah yang unik
dapat mengganggu sistem keseimbangan di daerah tersebut. Contoh klasik
mengenai fenomena tersebut adalah perusakan lahan ataupun tanah oleh
aktifitas pertambangan, aktifitas pembangunan perumahan atau kegiatan
properti lainnya, kegiatan pembangunan kawasan industri, kegiatan intensif
mono-kultur pertanian atau perkebunan dan perikanan darat, kegiatan
periwisata dan lain-lain. Secara sederhana saja, kegiatan-kegiatan tersebut
telah merubah tatanan top-soil dan vegetasi yang ada dan juga merubah
kesetimbangan ekologis dari lahan yang dimanfaatkan sehingga juga
membawa akibat pada perubahan sistem hidrologis daerah yang bersangkutan.
Skala dampak manusia pada kerusakan lahan dan vegetasi di Indonesia
telah secara dramatis dalam beberapa decade terakhir memperlihatkan
ancaman serius. Pantai utara Jawa, selat Malaka, teluk Jakarta misalnya, telah
mengalami kerusakan yang melewati toleransi daya dukung lingkungan,
seperti eksploitasi berlebihan terhadap mangrove dan terumbu karang yang
akan menghilangkan fungsinya sebagai perlindungan alami terhadap badai
dan gelombang, tangkap lebih (over fishing) terhadap sumberdaya ikan yang
akan mengakibatkan musnahnya berbagai jenis ikan ekonomis penting, serta
pencemaran perairan pesisir yang akan mengurangi produksi ikan dengan
merusak tempat pemijahan dan habitat yang bernilai lainnya.

Jika amati dengan lebih jeli, ternyata permasalahan-permasalahan
lingkungan tersebut telah berlangsung cukup lama, dan sampai sekarang
masih terus berjalan, hal itu mungkin disebabkan karena tidak adanya
kesadaran yang tinggi dari masyarakat yang ada maupun karena masih
lemahnya aparat dan pemerintah yang ada untuk lebih serius memperhatikan
permasalahan tersebut. Seperti terjadi di kota Tegal Jawa tengah, telah terjadi alih fungsi lahan yang luar biasa di sepanjang kawasan pesisir pantai kota
Tegal, baik itu untuk pemukiman, kawasan pariwisata, nelayan, tambak, dan
lain sebagainya.

- Analisa sementara

Dari permasalahan permasalahan tersebut jika kita telaah lebih
lanjut ternyata didorong oleh motiv ekonomi dari masyarakat sekitar yang
ingin tetap bertahan hidup, meningkatkan penghasilan, maupun dari
pemerintah sendiri yang mengembangkan kawasan pariwisata. Dari hal
tersebut itulah kemudian muncul pertanyaan/Research Question “
bagaimanakah tinjauan social ekonomi dalam kajian kerusakan lahan dan
kawasan pesisir kota tegal, dan upaya-upaya rehabilitasi kerusakan kawasan
tersebut dalam konsep kompleks wilayah”.


* Mahasiswa Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro - Semarang.



Ditulis Oleh : Wahyu Winoto, S.Pd. Hari: 8:01:00 PM Kategori:

0 komentar: