PENANGANAN BENCANA ALAM DI JAWA TENGAH, DARI SUDUT PANDANG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG

PENANGANAN BENCANA ALAM DI JAWA TENGAH, DARI SUDUT PANDANG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PENATAAN RUANG.
(Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Tetang Penataan Ruang)

(Oleh : Wahyu Winoto)*

I. PENDAHULUAN

Kita semua sepakat bahwa pembangunan merupakan sebuah jalan yang harus dicapai untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Akan tetapi selama ini pembangunan dipandang sebagai model tunggal yang dibentuk dari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat barat dan didasarkan pada asumsi bahwa instrument-instrumen ekonomi politik dapat meningkatkan produktivitas untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di berbagai Negara.

Julio Carranza Valdes, seorang ekonom dari UNESCO menyatakan bahwa selama ini banyak Negara hanya menekankan pertumbuhan ekonomi, sehingga mengabaikan dimensi cultural yang sangat mendasar dan penting. (Culture and Development, Some Considerations for Debates, 2002). Selain itu pembangunan yang hanya menitik beratkan pada pertumbuhan ekonomi telah mengembangbiakkan kultur konsumeristik, konsentrasi demografi di kota-kota besar, kesenjangan social, marginalisasi sector-sektor kependudukan, serta mempertajam kesenjangan ekonomi antara Negara kaya dan Negara miskin.

Proses pembangunan yang sudah sedemikian rumitnya itu sekarang ini telah mendapat perhatian lebih dari disiplin ilmu tentang penataan ruang. Pada perkembangan selanjutnya penataan ruang tidak lagi semata menjembatani kepentingan ekonomi dan sosial. Lebih jauh lagi, penataan ruang telah berubah orientasinya pada aspek yang benar-benar berpihak untuk kepentingan lingkungan hidup.

II. Tujuan dan Ruang Lingkup

Pada UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ditegaskan mengenai Tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang yaitu mewujudkan ruang Wilayah Nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan serta menciptakan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumberdaya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Melihat fenomena bencana yang terjadi beberapa tahun terakhir, termasuk yang terjadi di Jawa Tengah seolah mengingatkan bahwa penataan yang lebih mendasar tidak bias ditunda-tunda lagi. Sebagaimana kita ketahui premis penataan ruangadalah keseimbangan lingkungan hidup. Pemanfaatan suatu kawasan untuk berbagai kegiatan disesuaikan dengan kemampuan daya dukung lingkungan. Dalam konteks ini terbitnya UU nomor 26 Tahun 2007 perlu segera dilakukan implementasinya dalam pembangunan wilayah yang ada. Munculnya undang-undang tersebut merupakan gambaran kuat dari komitmen seluruh elemen masyarakat yang menginginkan agar penataan ruang bermuara pada peningkatan kualitas kehidupan manusia, lebih berwawasan lingkungan, mampu mengurangi dampak-dampak buruk terhadap kehidupan manusia serta kelstarian lingkungan, serta pembangunan agar dapat berjalan lebih baik lagi kedepannya.

III. Tinjauan bencana dan penanganannya dalam kaitan pembangunan di Jawa Tengah

Penataan ruang yang berpihak pada lingkungan hidup perlu ditegakkan bersama karena sebelumnya penataan ruang hanya mengikuti kepentingan pihak-pihak tertentu yang telah mengancam keberlanjutan lingkungan. Hal ini dapat dicermati dari keadaan lahan-lahan produktif yang berada dalam ancaman akibat konversi lahan secara besar-besaran untuk kepentingan lahan yang mempunyai nilai jual tinggi seperti lahan untuk permukiman, industri, perdagangan, serta pusat-pusat perbelanjaan. Kebutuhan Penataan Ruang yang serasi dan selaras dengan kapasitas lingkungan mulai diperlukan sejak meningkatnya pertumbuhan penduduk perkotaan, masalah permukiman, penggunaan lahan untuk lokasi pembuangan sampah dan sebagainya. Oleh sebab itu penataan ruang diperlukan untuk menjaga keserasian alokasi ruang sehingga masing-masing lahan berfungsi untuk peruntukannya.

Indonesia adalah negara yang rawan terhadap berbagai kejadian alam. Kejadian alam tidak selalu menimbulkan Bencana. Kejadian Alam dapat dicegah dengan melakukan penataan ruang yang baik disertai upaya rekayasa teknologi, penguatan masyarakat dalam menghadapi kejadian alam dan penataan kelembagaan untuk mencegah korban jatuh lebih banyak dan untuk memulihkan kondisi seperti sebelumnya. Penataan ruang untuk mitigasi bencana dilakukan dengan menyesuaikan struktur dan pola pemanfaatan ruang dengan tingkat kerentanan wilayah terhadap berbagai bentuk kejadian alam. Dalam kaitannya dengan upaya untuk mengurangi resiko bencana, sebuah proses dan kemampuan lain dikembangkan yaitu proses dan kemampuan untuk menakar resiko berdasarkan perencanaan yang dirumuskan.

IV. Kesimpulan dan Rekomendasi

Secara umum penanganan bencana meliputi kegiatan-kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapan, tanggap darurat, dan pemulihan yang dilakukan sebelum, pada saat, dan setelah terjadi bencana. Untuk penanganan bencana diperlukan Disaster Recovery Plan. Disaster Recovery Plan merupakan program atau kebijakan yang tertulis, diimplementasikan,serta di evaluasi secara periodik, yang memfokuskan pada semua tindakan yang perlu dilakukan. Rencana ini diharapkan dapat digunakan sebagai titik tolak untuk mengembangkan dan memadukan berbagai program pembangunan perkotaan yang berwawasan keamanan dan keselamatan dari bencana yang mungkin terjadi sekaligus menjaga keberlanjutan pembangunan. Rencana ini disusun berdasarkan review secara menyeluruh terhadap bencana-bencana yang potensial yang mencakup aspek infrastruktur, lokasi geografis, sosial, maupun ekonomi.

Saat ini, pelanggaran terhadap rusaknya sebuah wilayah dan kota didominasi oleh ketidak pedulian manusia terhadap lingkungan sekitar. Pelanggaran tersebut antara lain membuang sampah sembarangan tidak pada tempatnya, mendirikan bangunan di kawasan-kawasan yang seharusnya dijadikan kawasan lindung dan konservasi, pembangunan wilayah dan kota yang hanya berorientasi pada propit oriented tanpa memperhatikan keseimbangan ekologis kota.

Beberapa pelanggaran diatas memiliki dampak yang sangat besar terhadap kerusakan lingkungan yang pada akhirnya dapat menimbulkan bencana seperti banjir. Banjir merupakan bencana yang sering sekali melanda Indonesia, termasuk Jawa Tengah. Oleh karena itu, adalah sangat penting bagi setiap daerah dengan stakeholdernya untuk memahami dan menjabarkan undang-undang Penataan Ruang yang terkait dengan Pengendalian Ruang tersebut dalam kebijaksanaan operasional ditingkat daerah kabupaten/ kota dengan benar, sehingga Jawa Tengah kedepan diharapkan semua arah pembangunan yang dilaksanakan oleh tiap-tiap kabupaten/kota dapat disusun dengan berdasar pada undang-undang yang ada dan lebih berwawasan lingkungan. Sehingga kalaupun masih mungkin terjadi bencana alam di Jawa Tengah akan tetapi hal itu telah dapat diminimalisir dampak maupun kerusakannya dengan penataan ruang yang baik dan pembangunan yang terstruktur.



* Mahasiswa Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro - Semarang.



Ditulis Oleh : Wahyu Winoto, S.Pd. Hari: 7:54:00 PM Kategori:

0 komentar: