Presiden Soekarno (Kemungkinan) Keturunan Yahudi
Presiden Soekarno (Kemungkinan) Keturunan Yahudi
Anda yang belum tahu mungkin terkejut,
karena the founding father kita, Soekarno, ternyata juga seorang
keturunan Yahudi. Mengutip dari Dr. Abdullah Tal, seorang peneliti
muslim yang menulis artikel berjudul “Al Af’al Yahudiyah Fi Ma’aqalil
Islami’ yang diterbitkan Al Maktab Al-Islamy, sebuah media terbitan
Beirut, Herry Nurdi dalam buku “Jejak Freemason dan Zionis di Indonesia”
menyebut kalau Soekarno adalah keturunan Yahudi dari suku Dunamah,
salah satu suku Yahudi yang bermukim di Turki.
Karena itu, Abdullah Tal tak heran ketika Soekarno masih menjadi
presiden, dia menerima komunis sebagai orientasi pembangunan negara
dengan doktrin Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis), dan tak heran
pula jika Soekarno memenjarakan sekian banyak kawan seperjuangannya yang
berasal dari kalangan Islam, seperti Muhammad Natsir, Dr. Sjahrir,
Burhanuddin Harahap, Mohammad Roem, dan lain sebagainya, serta
membubarkan Masyumi.
Sayangnya, Herry tidak mendapatkan
sumber pasti tentang silsilah Soekarno, namun berhasil mendapatkan data
kalau ayahanda Soekarno merupakan seorang anggota Perkumpulan Theosofi
di Surabaya. Karena status ayahandanya inilah Soekarno dapat dengan
bebas memasuki perpustakaan Perhimpunan Theosofi di Surabaya, dan
membaca koleksi buku-buku di situ. Tentang hal ini, Soekarno pernah
berkata ; “Kami mempunyai sebuah perpustakaan yang besar di kota ini
(Surabaya) yang diselenggarakan oleh perkumpulan Theosofi. Bapakku
seorang Theosof, karena itu aku boleh memasuki peti harta ini, dimana
tidak ada batasnya buat seorang yang miskin. Aku menyelam lama sekali di
dalam dunia kebatinan ini. Dan di sana aku bertemu dengan orang-orang
besar. Buah fikiran mereka menjadi buah fikiranku. Cita-cita mereka
adalah pendirian dasarku …”
Dasar negara Indonesia, Pancasila,
termasuk salah satu hasil pemikiran Soekarno yang disampaikan dalam
sidang BPUPKI. Ketika pertama kali disampaikan, kelima dasar tersebut
adalah kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaan,
mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan. Ketika
menjabarkan tentang nasionalisme dan internasionalisme, Soekarno
mengatakan begini ; “Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun,
duduk di bangku sekolah H.B.S di Surabaya, saya dipengaruhi seorang
sosialis bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya. Katanya,
jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia.
Jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikit pun. Itu terjadi pada tahun
17. Tetapi pada tahun 18, alhamdulillah, ada orang lain yang
memperingati saya, ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya, “San Min
Chu I” atau “The Three People’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran
yang membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan A. Baars itu. Dalam hati
saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan oleh pengaruh “The Three
People’s Principles”. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa
Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah,
bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat
sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, sampai
masuk liang kubur”.
A Baars, menurut Herry Nurdi, berdasarkan
penjelasan Soekarno sendiri, adalah seorang penganjur Marxis dan
termasuk orang yang kemudian menumbuhkan benih komunisme di Indonesia.
Bahkan dia menjadi anggota Partai Komunis Indonesia yang didirikan
Semaun dan Darsono. Sedang Dr. Sun Yat Sen adalah tokoh Revolusi
Tiongkok dan pendiri Partai Kuomintang. Besar kemungkinan Sun Yat Sen
juga seorang Freemasonry Cina yang pada 1912 mendirikan Tiongkok
Merdeka, karena seperti yang mungkin juga telah Anda ketahui, bahwa
teori komunisme, marxisme, dan sosialisme, dicetuskan oleh Karl Marx,
seorang pemikir Yahudi pada abad 18. Dengan komunisme lah, serta
dukungan Freemasonry, Lenin berhasil menggulingkan kaisar Rusia, Tsar
Nicholas II, melalui revolusi pada Oktober 1917. Yahudi menciptakan
komunis untuk menjauhkan manusia dari agama.
Seorang ilmuwan lulusan Madina
University, Abdullah Pattani, pernah secara khusus menelaah lima dasar
yang dicetuskan Soekarno, dan menuliskannya menjadi sebuah artikel
berjudul ‘Freemasonry di Asia Tenggara’ yang dipublikasikan oleh Madinah
Al-Munawarah. Dalam artikel tersebut dinyatakan, bahwa ada kemiripan
antara lima dasar tersebut dengan dasar-dasar yang digunakan Zionis
sebagai ladasan gerakannya, dan konsep Sun Yat Sen, karena dasar-dasar
gerakan Yahudi adalah internasionalisme, nasionalisme, sosialisme,
monotheisme cultural, dan demokrasi. Sedang konsep Sun Yat Sen adalah
mintsu (nasionalisme), min chuan (demokrasi), dan min sheng
(sosialisme). Soekarno sendiri pernah memeras kelima dasar yang
dicetuskannya hingga menjadi tiga dasar yang dikenal dengan istilah
trisila, yakni sosio nasionalisme atau kebangsaan dan prikemanusiaan,
sosio demokrasi yang mencakup demokrasi dan kesejahteraan nasional, dan
ketuhanan. Bahkan trisila tersebut pernah diperas lagi hingga hanya
menjadi satu sila, yakni gotong royong.
***
Baca juga: TEAK 123 best teak garden furniture manufacturer wholesale in Indonesia dan Bisnis Online Daftar Gratis Bonus jutaan rupiah dan Century 21 Broker Properti Jual Beli Sewa Rumah Indonesia serta Disabilitas dan Pandangan Masyarakat
Presiden Soekarno (Kemungkinan) Keturunan Yahudi
Follow @wahyu_winoto
0 komentar:
Post a Comment