Indonesia Semakin Baik Saja



Indonesia Semakin Baik Saja, berikut ini wbw berikan sedikit berita perkembangan kondisi indonesia:

a. Dalam Waktu Dekat Indonesia Jadi Pemain Global

Menteri Sekretaris Negara pada Kantor Presiden Polandia, Mariusz Handzlik, menyatakan yakin peran Indonesia dalam waktu dekat akan meningkat dari pemain regional menjadi pemain pada tingkat global.

Pernyataan itu diungkapkannya saat pertemuan Dirjen Amerop Retno LP Marsudi di Warsawa, ujar jurubicara KBRI Warsawa Any Muryani kepada koresponden Antara London, Selasa (8/12).

Dikatakannya, Dirjen Amerika dan Eropa Deplu Retno LP Marsudi berada di Warsawa dalam rangka memimpin delegasi RI pada pertemuan kedua konsultasi bilateral yang diselenggarakan di Kementerian Luar Negeri Polandia.

Dalam pertemuan di Kementerian Luar Negeri Polandia, Dirjen Amerop mendiskusikan sejumlah masalah substantif dengan Wakil Menlu Pawel Wojciechowski, terutama langkah peningkatan hubungan dan kerja sama bilateral RI-Polandia.

Pada pertemuan itu Dubes Retno LP Marsudi juga membahas perkembangan regional serta isu-isu global yang dihadapi baik Indonesia maupun Polandia.

Kedua pihak juga mengadakan perundingan khususnya tentang kerja sama ekonomi, visa, pertambangan, energi, pertanian, peternakan dan perikanan.

Dirjen dengan mitranya juga membahas perkembangan kerja sama bilateral yang berlangsung, seperti pertahanan dan pengadaan alutsista, keuangan, keamanan, pendidikan dan kebudayaan.

Indikator positif

Menurut Mensesneg Handzlik, keberhasilan Indonesia dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang positif, dan berbagai indikator kemajuan yang dicapai menunjukkan peningkatan dari pemain penting di kawasan menuju percaturan pada tingkat global.

Apalagi sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang kaya dengan berbagai potensi sumber daya alam dan manusia, dan sistem demokrasi niscaya akan menjadi kenyataan.

"Kedudukan Indonesia menjadi anggota G-20 merupakan salah satu indikator ke arah itu," ujar Mensesneg Handzlik.

Menurut dia, Polandia tidak saja menjadi negara terbesar di Eropa Tengah tetapi merupakan satu-satunya negara Uni Eropa yang tumbuh secara positif di tengah-tengah krisis global.

Karena itu, Polandia bertekad mengembangkan hubungan dan kerja sama strategis dengan Indonesia, demikian Mariusz Handzlik, yang sehari-hari menjabat penasihat politik luar negeri Presiden Polandia Lech Kaczynski.

Ketika menjelaskan kinerja ekonomi RI kepada Mensesneg Handzlik, Dirjen Retno Marsudi mengutip data dalam beberapa tahun terakhir yang menunjukkan keberhasilan kinerja positif ekonomi Indonesia, meskipun gejolak ekonomi dunia belum usai.

Dalam beberapa tahun ke depan diproyeksikan pertumbuhan ekonomi RI secara optimistis pada tingkat 5,5 sampai enam persen yang menjadikan Indonesia satu dari sedikit negara di kawasan Asia Pasifik yang memiliki daya tahan ekonomi yang baik.

Mensesneg bersama Dirjen Amerop Deplu sepakat untuk bekerja keras meningkatkan perdagangan, investasi, kerja sama keuangan, dan sektor-sektor pertahanan, sosial budaya, pertanian, peternakan, dan perikanan yang menurut mereka kedua negara bukanlah bersaingan.

"Bila melihat indikator ekonomi, tampak bahwa hubungan ekonomi kedua negara bersifat komplementaritas," ujarnya.

Justru itu, keduanya mengharapkan peran aktif pengusaha swasta dari kedua negara khususnya bidang kerja sama yang baru.

Berdasarkan data, perdagangan antara kedua negara mencapai 600 juta dolar AS dan masih belum mencerminkan berbagai potensi yang ada. Polandia yang menjadi negara terbesar di Eropa Tengah, menjadi mitra-dagang terbesar bagi Indonesia di kawasan itu. Beberapa perusahaan besar Polandia juga telah membuka cabang dan berpartisipasi dalam sejumlah proyek penting di Indonesia.

Pada pertemuan dengan 12 pengusaha terkemuka Polandia Dirjen Retno Marsudi mengundang perusahaan internasional Polandia yang bergerak di bidang industri peralatan dan teknologi pertambangan, perminyakan, peralatan listrik, pertahanan, perkapalan, peternakan, dan keamanan untuk melebarkan sayap ke Indonesia.

Untuk mengejar target pertumbuhan tinggi, Pemerintah Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II menggenjot sektor perdagangan dan investasi serta pembangunan infrastruktur berskala besar, katanya.

"Saya menyambut baik keinginan pengusaha Polandia itu untuk ambil bagian dalam berbagai projek di Indonesia, khususnya di sektor pertambangan dan energi, selaras dengan hasil-hasil National Summit Oktober yang lalu," kata Retno LP Marsudi.


b. Negara Maju Patut Contoh Indonesia

Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, komitmen negara berkembang seperti Indonesia untuk menurunkan tingkat emisinya seharusnya menjadi contoh bagi negara-negara maju dalam pertemuan KTT Perubahan Iklim (COP) ke-15 di Kopenhagen.

"Indonesia jauh-jauh hari telah berani mematok target penurunan emisinya hingga 26 persen pada 2020 nanti," ujar Agung saat menghadiri pembukaan sidang pleno keempat Asian Parliamentary Assembly di Bandung, Selasa (8/12).

Bahkan, ia menambahkan, Indonesia juga akan siap menurunkan lebih jauh lagi tingkat emisinya sampai 40 persen dengan catatan untuk pendanaannya dibantu negara-negara maju lainnya.

Jadi, Agung yang juga mantan Ketua DPR itu menambahkan, negara-negara besar semestinya mencontoh negara-negara berkembang seperti Indonesia, Brasil dan lain sebagainya yang telah menunjukkan komitmen besarnya mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Negara-negara besar, seperti China dan AS, justru belum menunjukkan itikadnya yang sungguh-sungguh sebagaimana yang pernah dituangkan dalam Bali Roadmap," ujarnya.

Padahal, komitmen negara-negara di seluruh dunia tersebut sangat penting artinya untuk menahan suhu dunia agar tidak meningkat 1-2 persen dari kondisi saat ini.

Agung menjelaskan, dampak naiknya suhu di permukaan bumi ini akan besar bagi negara-negara yang berada di garis khatulistiwa dan negara-negara kepulauan yang terancam akan tenggelam.

KTT Perubahan Iklim ke-15 (COP 15) akan berlangsung di Kopenhagen, Denmark pada 7-18 Desember 2009. Indonesia ingin mewujudkan "Bali Roadmap", yang merupakan hasil Konferensi Perubahan Iklim di Bali 2007, untuk disepakati di KTT Perubahan Iklim di Kopenhagen itu.

Sebelumnya Sekretaris Eksekutif Konvensi Badan Dunia untuk perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer merasa optimis KTT Perubahan Iklim ke-15 akan menghasilkan kesepakatan internasional yang efektif dan ambisius.

Merujuk pada beberapa janji pengurangan emisi yang telah dibuat oleh negara-negara maju dan negara-negara berkembang pada sejumlah pertemuan menjelang COP-15, menurut de Boer, hal itu merupakan momentum politik yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghasilkan kesepakatan yang ambisius di Kopenhagen.

"Belum pernah selama 17 tahun dalam perundingan iklim terdapat begitu banyak negara-negara yang telah mengkonfirmasi begitu banyak janji penurunan emisi bersama," katanya.


c. Strategi Indonesia Hadapi Ekonomi China dan India

China dan India menjadi dua negara berkembang yang memiliki pertumbuhan ekonomi paling pesat di dunia dan makin berperan penting dalam ekonomi global.

Kemampuan modal dan tenaga kerja yang besar memungkinkan China membangun industri manufaktur dan infrastruktur yang besar pula.

Akibatnya, negeri Tirai Bambu itu menguasai dunia dengan ekspor barang-barang manufaktur ke seluruh dunia.

Sementara itu, India menyita perhatian karena mampu mengembangkan bisnis berbasis ilmu pengetahuan berkelas dunia, seperti piranti lunak, jasa teknologi informatika, dan farmasi serta memasok sumber daya manusia terampil.

Di tengah krisis global, kedua negara itu mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia sementara negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Asia mengalami pertumbuhan negatif.

Ekonomi China makin meraksasa dengan cadangan devisa negeri menembus 2,27 triliun dolar AS pada akhir September 2009. Bahkan negeri itu menyalip kekuatan ekonomi negara-negara maju, seperti Inggris, Prancis, dan Italia.

India, sebagai negara industri baru yang giat melakukan transformasi ekonomi, kini memiliki cadangan devisa sekitar 200 miliar dolar AS. Bandingkan dengan cadangan ekonomi Amerika Serikat yang 72,5 miliar dolar AS, dan Inggris sebesar 71,1 miliar dolar AS.

Peneliti Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Indonesia Nugroho Purwantoro mengatakan, China dan India menjelma sebagai magnet terkuat dalam menarik investasi, menciptakan perusahaan-perusahaan lokal terkemuka, sekaligus menjadi pemain di pasar internasional.

Menurut Nugroho, meskipun sama-sama terus melakukan transformasi ekonomi, namun pendekatan yang digunakan China dan India cenderung berbeda.

Campur tangan pemerintah China lebih besar dalam kegiatan ekonomi dibanding India. China melakukan investasi besar-besaran pada infrastruktur fisik, sebaliknya sejak pertengahan 1980 pemerintah India mengurangi intervensi pada dunia bisnis.

"Dari sisi penanaman modal, China antusias menerima investasi asing sementara India cenderung curiga terhadap investasi asing sehingga pertumbuhan ekonomi lebih didorong tingginya permintaan domestik," kata Nugroho.

Jika China berhasil mendominasi ekspor barang manufaktur dunia, dan produksi mesin, India --dengan revolusi teknologi informasi yang digulirkan sejak 1999-- kini menjadi basis produksi piranti lunak dan produk teknologi informasi untuk pasar Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.

Muncul perdebatan, apakah suatu perusahaan harus fokus ke pasar China atau India terlebih setelah kedua negara itu bermitra dagang (bilateral) dengan nilai perdagangan mencapai 225 miliar dolar, atau setara dengan nilai perdagangan antara China dengan AS pada tahun 2006.

"Saat keduanya semakin menyatu, akan sulit bagi orang lain untuk dapat dengan mudah masuk ke dalamnya," kata Nugroho.

Lantas apa dampak dari menguatnya ekonomi kedua negara tersebut terhadap perekonomian Indonesia? Bagaimana strategi pemerintah dan pengusaha Indonesia menghadapi China dan India?

Dengan China, neraca perdagangan ekspor nonmigas Indonesia defisit, artinya Indonesia mengimpor lebih banyak ketimbang ekspor ke China.

Total perdagangan Indonesia dengan China periode Mei 2009, mencapai 9,2 miliar dolar AS. Ekspor Indonesia ke China 4,3 miliar dolar sementara impor dari China mencapai 4,9 miliar dolar AS.

Sementara itu, perdagangan Indonesia dengan India saat ini tercatat surplus dengan total perdagangan 6,5 miliar dolar AS.

Manfaatkan potensi

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia harus memanfaatkan potensi pasar China dan India yang sangat besar dengan memasok produk berbasis manufaktur.

"Memanfaatkan pasar domestik China dan India dengan ekspor produk berbasis manufaktur, diharapkan dapat mendorong neraca perdagangan Indonesia dengan dua negara itu," kata Mari.

Selama ini ekspor Indonesia ke China dan India masih berbasis pada sumber alam, seperti gas, batubara, produk baja, karet, aluminium, dan bahan baku penolong lainnya.

Dengan potensi pasar yang besar di kedua negara itu, diharapkan Indonesia dapat meningkatkan peluang dengan memasok produk-produk barang setengah jadi, selain juga tetap mempertahankan ekspor berbasis sumber daya alam.

Selain memiliki penduduk yang besar atau masuk dalam tiga besar di dunia, China, India, dan Indonesia juga menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia saat krisis global masih berlangsung.

Menurut catatan, pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2009 diperkirakan mencapai delapan persen, India pada tahun ini diperkirakan mencapai 6,5 persen, sedangkan ekonomi Indonesia diperkirakan akan melewati enam persen pada 2011 dan 2012.

Mari berpendapat, Indonesia setidaknya menetapkan tiga strategi menghadapi China dan India, yaitu menjadikan kedua negara itu sebagai pasar dan peluang investasi, kedua bersaing dalam perekonomian, dan ke tiga melakukan sinergi.

Keuntungan strategis yang bisa diperoleh Indonesia dari eksistensi bisnis China dan India, yaitu pada skala bisnis, kekuatan yang saling menunjang, alih pengetahuan, dan mengurangi risiko.

Mari meyakini, Indonesia sangat mungkin bersaing dengan China dan India karena Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang potensial untuk dikembangkan.

Menurut catatan Laporan Standard Chartered Bank berjudul "Indonesia, Bangkitnya Sumber Pertumbuhan Ekonomi Asia", tiga kategori negara yang mampu memenangkan transformasi bisnis, yaitu memiliki sumber-sumber keuangan, memiliki sumber daya energi dan komoditas, dan mampu beradaptasi dan berubah.

Ekonom Senior StanChart Indonesia Fauzi Ichsan mengakui, Indonesia belum memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai, sehingga menjadi tantangan bagaimana menarik investasi asing untuk mengolah potensi ekonomi.

Bisa jadi, banyak kalangan ragu bahwa Indonesia dapat menjaring investor dan mengolah potensi ekonomi. Akan tetapi, stabilitas politik, perbaikan iklim usaha, dan keseriusan memberantas korupsi diharapkan dapat meningkatkan persepsi investor terhadap Indonesia.

Perbaikan iklim usaha di dalam negeri mutlak diperlukan, sejalan dengan perkembangan kawasan Asia Tenggara yang mendorong perdagangan antar regional dan menarik arus investasi masuk.

Dari sisi skala ekonomi, Indonesia cukup besar karena memiliki jumlah penduduk 228 juta orang atau negara dengan populasi terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat.

Untuk itu Indonesia harus memanfaatkan sektor yang tidak dimiliki kedua negara itu, yaitu sumber daya alam melimpah dan di ekonomi bidang kreatif, selain juga keunggulan sektor pariwisata Indonesia.

Setidaknya, wisatawan China yang berkunjung ke luar negeri setiap tahun bisa mencapai 25 juta orang. ini menjadi potensi yang dapat digarap untuk berkunjung ke Indonesia.



(Ref: Berita2)



Ditulis Oleh : Wahyu Winoto, S.Pd. Hari: 11:23:00 PM Kategori:

0 komentar: