1001 Jalan Menuju Surga


* Qur’an banyak bercerita tentang sebuah kehidupan setelah mati di surga untuk orang yang selalu berbuat baik. Surga itu sendiri sering di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’du 13:35:
* Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman). mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Ar-Ra’du 13:35)
* Setiap muslim percaya bahwa semua manusia dilahirkan suci. Dalam Islam pula, jika ada seorang bocah yang mati, maka secara otomatis akan pergi ke surga, tanpa mempedulikan agama kedua orang tuanya. Surga tertinggi tingkatnya adalah Firdaus (فردوس) – Pardis (پردیس), dimana para nabi dan rasul, syuhada dan orang-orang saleh.


a. Nama-nama syurga ialah:

* Jannatul Firdaus yaitu surga yang terbuat dari emas merah.
* Jannatul ‘Adn yaitu surga yang terbuat dari intan putih.
* Jannatun Na’iim yaitu surga yang terbuat dari perak putih.
* Jannatul Khuldi yaitu surga yang terbuat dari marjan yang berwarna merah dan kuning.
* Jannatul Ma’wa yaitu surga yang terbuat dari zabarjud hijau.
* Darus Salaam yaitu surga yang terbuat dari yaqut merah.
* Darul Jalal yaitu surga yang terbuat dari mutiara putih.
* Darul Qarar yaitu surga yang terbuat dari emas merah.




b. 1001 Jalan Menuju Pintu Surga

* Dari Abdullah Jabir bin Abdillah Al-Anshari r.a. bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw.: “Bagaimana pendapatmu jika aku melaksanakan shalat-shalat fardhu, berpuasa di bulan ramadhan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram serta aku tidak menambah dengan sesuatu apapun selain itu, apakah (dengan hal tersebut) bisa menjadikan aku masuk surga?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” (HR. Muslim)
* Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram
Beliau adalah Jabir bin Abdillah bin Amru bin Haram Abu Abdillah Al-Anshari, salah seorang sahabat Rasulullah saw. Tinggal di Madinah dan wafat pula di Madinah pada tahun 78 H. Beliau termasuk sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits Rasulullah saw. Tercatat hadits riwayat beliau sekitar 1.540-an hadits. Beliau juga termasuk sahabat terakhir yang wafat di Madinah. Beliau wafat dalam usia 94 tahun.
* Abu Al-Zubair Beliau adalah Muhammad bin Muslim Abu Al-Zubair Al-Azady, salah seorang di bawah wushta minat tabiin. Wafat tahun 136 H. Beliau mengambil hadits dari sahabat dan juga dari tabiin, di antaranya adalah Anas bin Malik, Aisyah ra, Umar bin Khatab, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Zubair, Ibnu Abbas, dan Thawus bin Kaisan. Sedangkan murid-murid beliau adalah Hammad bin Salamah bin Dinar, Sufyan bin Uyainah, Sulaiman bin Mihran, Syu’bah bin Hajjaj, dan Malik bin Anas. Adapun dalam derajat jarh wa ta’dil-nya, sebagian mengkategorikannya tisqah, sebagian lainnya shaduq. Ibnu Hajar Al-Atsqalani mengkategorikan beliau sebagai Shaduq.
* Ma’qil bin Ubaidillah
Beliau adalah Ma’qil bin Ubaidillah, Abu Abdullah Al-Harani Al-Abasy, salah seorang Atba’ Tabiin. Wafat pada tahun 166 H. Beliau mengambil hadits di antaranya dari Atha’ bin Abi Ribah, Ikrimah bin Khalid, Amru bin Dinar, dan Ibnu Syihab Al-Zuhri. Sedangkan murid-muridnya adalah Makhlad bin Yazid, Muhammad bin Abdullah bin Zubair bin Umar bin Dirham, dan Abdullah Muhammad bin Ali bin Nufail. Dalam jarh wa ta’dil beliau dikategorikan sebagai shoduq.

c. Hadits Nabi Tentang Surga

Para ulama hadits mengemukakan bahwa hadits ini memberikan gambaran penting tentang kaidah beramal secara umum dalam Islam. Oleh karenanya sebagian bahkan mengatakan bahwa hadits ini mencakup seluruh ajaran Islam. Kaidah yang digambarkan hadits ini adalah bahwa sesungguhnya segala “amal perbuatan” itu boleh dilaksanakan selagi terpatri dengan kewajiban-kewajiban syariat serta tidak melanggar prinsip umum hukum Islam, yaitu menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.

Terkait dengan hal ini, ulama ushul fiqh bahkan memberikan satu kaidah tersendiri mengenai “bolehnya” melakukan segala perbuatan dalam muamalah dengan kaidah: Hukum asal dalam bermuamalah adalah “boleh”, kecuali ada dalil yang melarang perbuatan tersebut.

- Makna Hadits

Hadits ini memberikan gambaran sederhana mengenai cara untuk masuk ke dalam surga. Dikisahkan bahwa seseorang sahabat (dalam riwayat lain disebutkan bahwa sahabat ini adalah An-Nu’man bin Qauqal) datang dan bertanya kepada Rasulullah saw. dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Ya Rasulullah saw, jika aku melaksanakan shalat yang fardhu, puasa yang wajib (puasa ramadhan), kemudian melakukan yang halal dan meninggalkan yang haram, apakah dengan hal tersebut dapat mengantarkanku ke surga?” Pertanyaan sederhana ini dijawab oleh Rasulullah saw. dengan jawaban sederhana, yaitu “ya”.

Hadits di atas secara dzahir menggambarkan “kesederhanaan” amalan yang dilakukannya sebagai seorang sahabat, yaitu hanya melaksanakan shalat dan puasa serta melakukan perbuatan yang dihalalkan dan meninggalkan perbuatan yang diharamkan. Dan ketika perbuatannya tersebut “ditanyakan” kepada Rasulullah saw., beliau pun tidak mematahkan “keterbatasan” yang dimiliki sahabat tersebut, namun justru menyemangatinya dengan membenarkan bahwa dengan hal sederhana tersebut insya Allah dapat membawa dirinya masuk ke dalam surga.

Itu artinya, Rasulullah saw dapat memahami bahwa tidak semua muslim memiliki kemampuan yang “lebih”, sehingga ia dapat maksimal melakukan berbagai aktivitas ibadah secara bersamaan sekaligus, seperti ibadah, jihad, tilawah, shaum, shadaqah, haji, birrul walidain dan sebagainya. Namun di antara kaum muslimin terdapat juga yang hanya memiliki kemampuan terbatas; hanya dapat mengimplementasikan Islam sebatas amaliyah fardhu, namun tetap menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Dan Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya (Al-Baqarah: 286).

Kesederhanaan amalan yang dilakukan seorang muslim hingga dapat membawanya ke dalam surga, dibingkai dengan bingkai “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram”. Menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram artinya bahwa dirinya atau keinginannya mengikuti apa yang dihalalkan oleh Allah swt. serta menjauhi apa yang diharamkan oleh Allah swt. Dan bukan atas dasar keinginan serta kemauan diri pribadinya (Al-Kahfi: 28).

Bahkan dalam hadits, Rasulullah saw. menegaskan bahwa hanya dengan melaksanakan kewajiban seperti shalat, puasa dan zakat saja, namun belum menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, itu semua belum cukup:

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak pula memiliki harta.” Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan shalat, puasa dan zakat. Namun ia juga mencela (orang) ini, menuduh zina (orang) ini, memakan harta (orang) ini, menumpahkan darah dan memukul (orang) ini. Lalu diambillah kebaikannya untuk menutupi hal tersebut. Dan jika kebaikannya telah habis sebelum terlunasi “perbuatannya” tersebut, maka diambillah dosa-dosa mereka (yang menjadi korbannya) dan dilemparkan kepadanya, lalu ia dilemparkan ke dalam api neraka (HR. Ahmad).

Sesungguhnya jika diperhatikan hadits-hadits Rasulullah saw. lainnya akan didapatkan bahwa banyak amalan sederhana yang jika dilakukan akan mengantarkan kita menjadi ahlul jannah, di antaranya adalah:

* Melaksanakan shalat subuh dan ashar. Dari Abu Musa Al-Asy’ari ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang shalat dua waktu dingin (subuh dan ashar), maka ia akan masuk surga (HR. Bukhari).
* Tauhidkan Allah dan melaksanakan ibadah fardhu. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa seorang Badui datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan padaku satu amalan yang jika aku laksanakan dapat mengantarkanku ke dalam surga?” Beliau menjawab, “Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukannya terhadap apapun, melaksanakan shalat fardhu, membayar zakat yang wajib serta melaksanakan puasa di bulan ramadhan.” (HR. Bukhari)
* Mentaati Rasulullah saw. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Semua umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan.” Sahabat bertanya, “Siapa yang enggan, wahai Rasulullah saw.?” Beliau menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku masuk surga, dan siapa yang maksiat terhadapku (tidak mentaatiku) maka ia adalah yang enggan.” (HR. Bukhari)
* Beramal sosial. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah di antara kalian yang berpuasa hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau berkata, “Siapakah di antara kalian yang hari ini mengiringi jenazah?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang telah memberikan makan pada orang miskin hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Kemudian beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini telah menjenguk saudaranya yang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah saw.” Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah semua hal di atas terkumpul dalam diri seseorang, melainkan ia akan masuk ke dalam surga.” (HR. Muslim)

d. Kunci Surga

Pada hakikatnya, kunci surga itu adalah kalimat tauhid “Tiada Ilah selain Allah swt”. Sehingga seorang mu’min yang telah mengucapkan kalimat itu dan ia meyakini sepenuh hati atas segala konsekuensinya, maka ia berhak untuk masuk ke dalam surga Allah swt.

Dari Ubadah bin Al-Shamit r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang bersaksi bahwasanya tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan bahwasanya Isa a.s. adalah hamba dan utusannya yang merupakan kalimat dan ruh yang ditiupkan pada Maryam, dan bahwasanya surga dan neraka adalah benar adanya, maka Allah swt. akan memasukkannya dalam surga sesuai amal perbuatannya (HR. Bukhari).

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah, berhak mendapatkan surga dari-Nya. Dan sekiranya ia melakukan perbuatan maksiat, maka ia tetap berhak mendapatkan surga namun setelah dosa-dosanya dihapuskan dalam neraka.

- Celaan Terhadap Orang Yang Mengikuti Hawa Nafsu

* Penyebab seseorang melakukan satu perbuatan maksiat yang dilarang oleh Allah. adalah karena mengikuti hawa nafsunya. Oleh karenanya dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. pernah mengatakan, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (syariat Allah swt.).” Dalam Alquran Allah memberikan perumpamaan yang amat hina bagi orang yang mengikuti hawa nafsunya: seperti anjing. (Al-A’raf: 176)
* Mengikuti hawa nafsu ini dapat menjadikan seseorang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Ini kebalikan dari pesan yang tersurat dari hadits di atas.
* Salah satu bentuk “menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram” adalah dengan membuang jauh-jauh hawa nafsu yang cenderung mengajak pada kemaksiatan pada Allah swt.
* Kisah seorang pelacur yang masuk surga gara-gara memberi minum kepada seekor anjing yang kehausan. Atau, pembunuh yang telah membunuh 100 orang akhirnya masuk surga karena tobat. Tambahan lagi kisah seseorang yang tertarik pada agama Islam dan mengutarakannya kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian setelah diberi wejangan Kanjeng Rasul, dia langsung terjun ke medan jihad dan menemui syahid.

Ada juga jalan lain menuju surga. Bilal masuk surga karena ketekunannya dalam mengerjakan sholat sunnah setiap kali selesai wudhu.

Ada juga yang amalan hariannya biasa-biasa saja, bahkan sampai seorang sahabat yang ingin tahu rahasianya sehingga dia disebut Rasulullah SAW dengan sebutan ahli surga (padahal masih hidup) sampai menginap selama tiga hari di rumahnya agar mengetahui rahasianya hampir putus asa. Dia tidak menemukan amalan unggulan sang ahli surga itu, sehingga sang ahli surga mengatakan bahwa dia setiap sebelum tidur dia memaafkan saudara-saudaranya dan tidak mendengki kepada orang lain.

Ternyata bisa saja terdapat 1001 jalan menuju surga. Akan tetapi, manusia tidak akan sama bisa menempuh semua jalan itu. Setiap orang cukup satu jalan saja, entah lewat jalan yang mana dan dengan cara apa. Jika berilmu, maka di situ ada jalan menuju surga. Jika kita kuat berpuasa, maka di situ ada jalan menuju surga. Jika kita kuat bangun malam, di situ ada jalan menuju surga. Jika kita punya banyak harta, di situ ada jalan masuk surga. Jika berbudi luhur dan ringan tangan rajin menolong, di situ ada jalan menuju surga. Jika orang tua masih ada, di situ ada jalan menuju surga. Jika sabar, ihklas dan selalu bersyukur, disitu jalan surga menanti. Dan masih banyak lagi jalan menuju surga yang lain. Dimana saja, kapan saja dan dengan berbagai cara apapun.

berdasar sebuah dalil, bahwa sebaik-baik orang adalah orang yang mempelajari ‘amalan’ tersebut dan mengajarkannya. Dan itu pun sebenarnya memang benar. Namun, diskusi saya buka denga pertanyaan, bukankah dalam risalah Nabi Muhammad SAW sendiri, seringkali beliau mengatakan hal-hal yang menjadi amalan paling baik?

Misalnya, ketika seorang sabahat datang kepada Rasul dan menanyakan Islam itu apa, maka dijawab islam adalah akhlak. Artinya, Islam itu sebagain besar adalah tentang akhlak, berhubungan dengan orang lain. Risalah lain menceritakan bahwa seorang sahabat bisa masuk surga ‘hanya’ dengan memaafkan semua kesalahan sahabat-sahabatnya yang ditimpakan kepadanya hari tersebut, setiap malam menjelanng tidur.

Kemudian, seorang anak muda datang dan menanyakan tentang siapa yang harus ditaati antara ayah dan ibu, dan Rasul pun menjawab Ibu sampai tiga kali, baru kemudian ayah. Dan dalam kisah lain, Umar bin Khattab pernah mendengar bahwa akan ada seorang penghuni sorga yang datang kepadanya dari sebuah daerah yang dia hanya keluar dari daerah tersebut setelah ibunya meninggal, karena saking berbaktinya dengan merawat ibunya. Dikisahkan, Umar bahkan mencium tangan sahabat yang akhirnya beliau ‘temui’ di masa pemerintahannya.

Ada lagi, tentang 7 golongan yang masuk surga adalah pemimpin yang adil, pemuda yang sholeh, orang yang terikat pada masjid, orang yang bertemu dan berpisah karena Alllah SWT dan seorang pemuda yang ‘digoda’ wanita di tempat sepi dan mengatakan bahwa dia takut pada Allah, orang sedekah yang tangan kiri tidak tahu apa yang disedekahkan tangan kanan, dan memohon ampun sampai bercucuran air mata.

Dan yang pasti, sebuah hadis yang terkenal bahwa manusia yang paling berhasil adalah yang mempunyai sebesar-besarnya manfaat bagi orang lain. Sederhananya, manusia jenis ini pun saya yakin masuk surga. Karena azab itu diturunkan pertama kepada orang shaleh pribadi yang mebiarkan masyarakatnya rusak.

Jadi moral dari semuanya, bahwa pintu masuk surga itu banyak. Dan tentunya, masih banyak lagi kisah atau cerita-cerita dimana Rasulullah mengatakan bahwa tindakan tersebut sebaik-baik amalan, calon penghuni surga, yang diampuni dosanya terdahulu dan lain sebagainya.

Belum tentu yang ‘paling alim’ masuk surga duluan. Ingat cerita di puntu surga antara orang mati syahid, ulama dan dermawan. Malaikat menawarkan siapa yang berhak masuk surga duluan kepada syahid, tapi dia menolak karena keberangkatan berjuang di jalan Allah atas ajaran guru, maka ulama lah yang lebih berhak. Kemudian ulama pun menolak, karena kelapangannya mengajar ilmu, termasuk kepada si syahid karena tersedianya sarana atas sedekah si dermawan. Akhirnya, dermawan-lah yang masuk lebih dahulu,

Masuk surga-nya seorang muslim bukan karena amalan-amalan-nya. Tapi karena rahmat Allah SWT. Ingat cerita tentang seorang ulama yang dia sebenarnya sangat banyak amalan dan masuk surga karena izin Allah, tapi sang ulama tidak mau masuk surga jika bukan karena amalan-amalannya. Maka jadilah, semua amalan ditimbang hanya dengan rezeki sebutir bola mata ulama dan masih jauh lebih berat bola mata tersebut.

Karena islam itu mudah maka mudahkanlah, demikian salah satu hadis berkata. Tapi ini bukan berarti sebagai muslim, bertindak seenaknya. Bermain-main dengan agama. Satu yang paling fundamen adalah tentang keimanan, tentang tauhid. Islam jelas-jelas menganggap bahwa syirik (menyekutukan Allah) itu sebagai dosa yang sangat besar. Secara sederhana, tauhid itulah yang menjadi dasar bagi seseorang menjadi muslim yang baik.

Tauhid (perihal ke-Esa-an kepada Allah), mudah diucapkan tapi sangat sulit dilakukan secara sepenuhnya. Seharusnya, semua hidup muslim tunduk pada aturan Alllah. Semua peri kehidupan, dari bangun tidur hingga urusan negara. Dan ini memang sangat-sangat sulit. Tentang urusan bunga bank saja kita masih belum sepenuhnya. Namun yang paling mendasar adalah menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya puncak tertinggi cinta, penghambaan dan tempat bergantung. Bukan jabatan, harta, istri, apalagi dukun!

Beberapa cara menjadi muslim terbaik dan menggapai surga adalah cerminan bahwa Islam itu menghargai potensi dan kemampuan umatnya. Bagi muslim yang menjadi pemimpin, maka jadilah menjadi pemimpin yang adil untuk mengetuk pintu surga. Bagi si kaya, maka dermawanlah sebanyak-banyaklah. Dan bagi seorang yang mampu melakukan ‘amalan’ yang diidamkan si kakak, maka jadilah orang yang menjadi guru bagi umat islam.

Tindakan menunggulkan satu amalan daripada yang lain tentu bukan hal yang bijaksana. Surga bukan hanya untuk orang yang setiap hari bisa shalat tahajud (malam), bukan pula hanya untuk yang bisa puasa sunah rutin, atau untuk yang hafal Al-Qur’an. Surga juga buat ‘muslim biasa’ yang punya kebersihan hati dalam beribadah, buat para suami yang peduli terhadap keluarganya, buat pengamen, buat profesional dan lain-lainya.



e. 1001 Langkah Kongkrit Menuju surga

* Menghalalakan yang halal
* Mengharamkan yang haram
* Selalu menjauhi setiap upaya yang dekat dengan terjadinya dosa besar
* Rajin membaca, mengamalkan dan berpedoman hidup yang kuat terhadap Quran dan hadist
* Istigfar
* La tayasu tdk mudah menyerah
* Selalu Ingat Kematian
* Inna maal usri yusra sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
* Mendidik anak era digital
* Berbakti dan menghormati orang tua
* Melaksanakan segala sesuatu dengan ihlas Senantiasa sabar
* Selalu bersikap dan berucap syukur Tidak terlepas dzikir
* shalat
* puasa
* sedekah
* berpikir positif
* Tawakkal
* Rejeki bertambah keyakinan kuat, bertaubat, bertaqwa, shalat dhuha, silaturahmi, shadaqah bersyukur.



Ditulis Oleh : Wahyu Winoto, S.Pd. Hari: 3:16:00 AM Kategori:

0 komentar: