TRANSFORMASI SPASIAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP INFRASTRUKTUR DAN PEMBANGUNAN WILAYAH

TRANSFORMASI SPASIAL DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP INFRASTRUKTUR DAN PEMBANGUNAN WILAYAH



PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan (development) merupakan upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Pada hakikatnya pembangunan merupakan alat yang di yang digunakan untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik. Todaro (2004) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensi yang mencakup perubahan struktural, sikap hidup dan kelembangaan selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan kemiskinan.

Menurut MT Zen dalam Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses belajar (learning process). Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrument yang digunakan.

Di Indonesia dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai pengganti Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, telah memberikan warna baru terhadap penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia, yaitu untuk menjadikan Rencana Tata Ruang betul-betul menjadi acuan di dalam pelaksanaan pembangunan wilayah. Salah satu tindak lanjut dari Undang-Undang tersebut, tahun 2008 kemarin telah diterbitkan PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), yang memberikan arahan makro pengembangan wilayah nasional selama 20 tahun yang akan datang. Keberadaan ke-dua produk hukum tersebut perlu terus disosialisasikan, agar dapat diketahui dan dipahami oleh seluruh pelaku pembangunan termasuk masyarakat pada umumnya.

B. PENGEMBANGAN WILAYAH

Pembangunan adalah sebuah proses produksi dan konsumsi dimana materi dan energi diolah dengan menggunakan faktor produksi, seperti modal, mesin-mesin (capital), tenaga kerja (labour dan human resources), dan bahan baku (natural resources). Dalam hal penyediaan bahan baku dan proses produksi, kegiatan pembangunan dapat membawa dampak kepada lingkungan alam dan masyarakat sekitarnya, yang pada gilirannya akan berdampak kepada keberlanjutan pembangunan. Dalam memperhatikan keberlanjutan pembangunan, yang tidak hanya memperhatikan kepentingan saat ini tapi juga memperhatikan kepentingan masa mendatang, maka pembangunan harus dilaksanakan secara berkelanjutan.

Text Box: ” Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional ”.  Menurut PP Nomor 47 Tahun 1997



Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan untuk memperkecil kesenjangan pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Untuk itu pengertian wilayah menjadi penting dalam pembahasan ini. Pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumberdya alam dengan teknologi untuk memberi nilai tambah atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif atau wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut. Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan SDM dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan memanfaatkan instrument yang ada.

Dari beberapa penjelasan diatas nampak jelas keterkaitan antara pembangunan (development), konsep wilayah, dan infrastruktur. Ketiganya memiliki hubungan yang tak terpisahkan, baik dalam tataran teoritis maupun praktis pelaksanaannya. Seperti kita ketahui bahwa paradigma pembangunan kita telah bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan, yang mana konsep pembangunan ini dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait dengan proses pembangunan itu sendiri. Sampai disini semakin jelaslah posisi dari perancangan pengembangan suatu wilayah.

Ada banyak aspek dalam pembangunan di Indonesia, disini akan kita bahas mengenai aspek infrastruktur dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Mengingat nilai strategis infrastruktur yang memberikan andil besar dalam keberlangsungan pembangunan wilayah maka keberadaan infrastruktur dalam pembangunan wilayah yang berkelanjutan adalah sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian khusus dan dilakukan secara bijaksana, efisien, dan optimal dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam arti sempit, infrastruktur merupakan sarat bagi keberadaan suatu wilayah, infrastruktur dalam arti luas yang meliputi bangunan, jaringan jalan, fasilitas-fasilitas umum pemerintah maupun swasta, jaringan listrik, air dan gas, termasuk sarana dalam aksesibilitas suatu wilayah. Semua itu adalah sangat penting untuk keberlangsungan suatu wilayah. Sedangkan dalam arti luas infrastruktur merupakan modal/sarana yang dimiliki wilayah untuk pembangunan wilayah, dan pada akhirnya bermuara pada sumber pemasukan/pendapatan wilayah/daerah dari investasi maupun usaha-usaha yang ada dalam kawasan tersebut.

C. PERMASALAHAN

Perbedaan kondisi alam, kekayaan sumberdaya alam, kondisi sosial, struktur perekonomian suatu wilayah merupakan beberapa faktor dasar yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Perbedaan tersebut memberikan efek terhadap pencapaian kinerja ekonomi-sosial suatu wilayah. Selain itu peranan infrastruktur seperti jaringan jalan dan aksesibilitas juga memberi efek besar dalam percepatan perkembangan wilayah. Tidak dapat dibayangkan bagaimana keberadaan suatu wilayah yang hanya menyediakan sumber daya alam dan sumber daya manusia akan tetapi tanpa dilengkapi dengan sarana-prasarana atau infrastruktur untuk eksisnya keberadaan suatu kawasan, dan lebih jauh lagi untuk pembangunan dan perkembangan kawasan/wilayah tersebut kedepan.

Dengan perkataan lain, pembangunan merupakan proses perubahan multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, ekonomi, sumberdaya, dan kelembagaan, oleh karena itu pembangunan merupakan suatu proses kerja yang bermuatan sisi multidimensi yang tidak hanya mengukur kinerja dari satu sisi saja. Sehingga, dibutuhkan suatu koordinasi yang baik untuk memadukan pembangunan nasional dengan pembangunan wilayah sebagai bagian dari perencanaan nasional. Perencanaan pembangunan wilayah merupakan proses memformulasikan tujuan-tujuan sosial dan pengaturan ruang untuk kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan ekonomi dan sosial tersebut

Fenomena persaingan antar wilayah, tren perdagangan global yang sering memaksa penerapan sistem outsourcing, kemajuan teknologi yang telah merubah dunia menjadi lebih dinamis, perubahan mendasar dalam sistem kemasyarakatan seperti demokratisasi, otonomi, keterbukaan dan meningkatnya kreatifitas masyarakat telah mendorong perubahan paradigma dalam pengembangan wilayah. Hal itu semua sudah selayaknya untuk diadobsi oleh wilayah-wilayah di Indonesia jika mereka ingin mengikuti tren perkembangan dunia yang semakin mendunia/global. Dengan semakin kompleksnya masalah tersebut dapat dibayangkan akan sangat sulit untuk mengelola pembangunan secara terpusat, seperti pada konsep-konsep yang dijelaskan di atas. Pilihan yang tepat adalah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola pembangunan di wilayahnya sendiri.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan wilayah tidak dapat lepas dari pembangunan ekonomi, karena sampai saat ini faktor ekonomi adalah faktor utama dalam peningkatan income yang bermuara pada modal untuk pembangunan wilayah. Akan tetapi pembangunan ekonomi yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan komparatif berupa kekayaan alam berlimpah, upah murah atau yang dikenal dengan bubble economics, sudah kurang layak kita pertahankan, karena terbukti tak tahan terhadap gelombang krisis. Walaupun teori keunggulan komparatif tersebut telah bermetamorfose dari hanya memperhitungkan faktor produksi menjadi berkembangnya kebijaksanaan pemerintah dalam bidang fiskal dan moneter, ternyata daya saing tidak lagi terletak pada faktor tersebut. Kenyataan menunjukkan bahwa daya saing dapat pula diperoleh dari kemampuan untuk melakukan perbaikan dan inovasi secara menerus. Disinilah faktor inovasi dan pengembangan teknologi berperan kuat.

Menurut Porter (1990) dalam Tiga Pilar pengembangan Wilayah (1999) keunggulan komparatif telah dikalahkan oleh kemajuan teknologi. Namun demikian, setiap wilayah masih mempunyai faktor keunggulan khusus yang bukan didasarkan pada biaya produksi yang murah saja, tetapi lebih dari itu, yakni adanya inovasi untuk pembaruan. Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya yang mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi. Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan kinerja dari suatu wilayah. Kinerja tersebut akan berbeda dengan kinerja wilayah lainnya, sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat spatial network dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Akan tetapi disini peranan pemerintah menjadi penting, khususnya untuk mengontrol kebijakan secara makro, nasional, bahkan global, sehingga diharapkan mampu memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang.


PEMBAHASAN

A. Peranan Infrastruktur dalam pembangunan wilayah

Dengan semakin berkembangnya tingkat pengetahuan manusia, maka muncullah beberapa konsep untuk menanggapi kelemahan-kelemahan dalam pendekatan dan proses pembangunan. Konsep tersebut antara lain people center approach yang menekankan pada pembangunan sumberdaya manusia, natural resources-based development yang menekankan sumberdaya alam sebagai modal pembangunan, serta technology based development yang melihat teknologi sebagai kunci dari keberhasilan pembangunan wilayah. Peranan teknologi disini terus mengalami perkembangan yang sangat pesat, tingkat perkembangan teknologi juga di akui sangat berpengaruh terhadap sarana-prasarana untuk kelengkapan suatu wilayah, baik itu yang berbentuk software maupun hardware. Software bermain di ranah pemikiran, ide, dan konsep pembangunan serta aplikasi nyata dalam proses pembangunan. Sedangkan hardware bermain di ranah peralatan, bangunan, dan sebagainya yang semakin berkembang menyesuaikan dengan tingkat teknologi yang ada serta di sesuaikan dengan kesiapan kondisi daerah/wilayah tersebut.

Pembangunan yang dilaksanakan pada intinya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan perkapita, pemenuhan kebutuhan pokok, perluasan kesempatan kerja, penanggulangan pengangguran, dan pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat. Jadi keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari laju pertumbuhan yang tinggi, tapi juga tingkat kesejahteraan mayarakat yang relatif merata, yang nampak dalam distribusi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan perubahan suatu kawasan dan sekitarnya sebagai bagian dari suatu kawasan perkotaan yang lebih luas, menurut Gallion dalam buku The Urban Pattern disebutkan bahwa perubahan suatu kawasan dan sebagian kota dipengaruhi letak geografis suatu kota. Hal ini sangat berpengaruh terhadap perubahan akibat pertumbuhan daerah di kota tersebut, apabila terletak di daerah pantai yang landai, pada jaringan transportasi dan jaringan hubungan antar kota, maka kota akan cepat tumbuh sehingga beberapa elemen kawasan kota akan cepat berubah.

Sektor-sektor yang ada pada tiap-tiap wilayah jika kita perhatikan memiliki potensi yang berbeda dan spesifik menurut kondisi wilayahnya. Dalam era desentralisasi belakangan ini peranan daerah lebih besar dan kebijakan telah bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi. Implikasinya adalah daerah-daerah yang ada sekarang telah memiliki kekuatan dan payung hukum yang kuat untuk mengembangkan wilayahnya sendiri. Terkait dengan penyediaan infrastruktur, desentralisasi juga telah memberikan angin segar bagi daerah-daerah untuk lebih bisa mengoptimalkan potensinya. Daerah-daerah yang ingin meningkatkan pertumbuhannya baik secara aksesibilitas, iklim investasi, maupun sektor ekonomi yang lain mereka akan berlomba-lomba secra alami untuk mengembangkan infrastrukturnya sedemikiann rupa, tentunya dengan didukung faktor lain juga untuk mempercepat/akselerasi pembangunan dan perkembangan wilayahnya.

B. Konsep Pembangunan Wilayah

Kondisi yang ada sekarang ini pada beberapa daerah mereka memiliki kemampuan untuk menarik pertumbuhan output sektor hulunya, tapi tidak mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya, serta mampu meningkatkan output sektor perekonomian lainnya, tetapi hanya mampu meningkatkan sedikit pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja, dibandingkan dengan kemampuan meningkatkan dari sektor-sektor lainnya dalam perekonomian daerah. Mengingat permasalahan infrastruktur sangat kompleks, sangat perlu dikritisi bagaimana peranan sektor infrastruktur di perhatikan oleh daerah terkait dengan usaha untuk meningkatkan pertumbuhan/pembangunan daerah, khususnya dalam perekonomian daerah yang memang memgang peranan penting dalam peningkatan PDRB daerah yang aakan berdampak pada tingkat pendapatan dan pembangunan daerah.

Paradigma pembangunan wilayah memberi penekanan bahwa tujuan pembangunan dapat tercapai dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya dan digunakan untuk kemakmuran wilayah yang bersangkutan. Optimalisasi potensi sumber daya tersebut mencakup pemanfaatan dan pengembangan modal sosial, modal manusia, modal fisik dan modal alamiah (environment) yang dilakukan secara sinergis dan berimbang dalam pembangunan ekonomi.

Kenyataanya justru di negara yang kaya sumber daya alam lebih memprioritaskan upaya ekplorasi dan eksploitasi untuk tujuan ekspor, bukan untuk meningkatan nilai tambah sumber daya alam itu sendiri seperti yang banyak dilakukan oleh negara miskin sumberdaya alam. Dengan meningkatkan ekspor sumber daya alam negara tersebut dapat mengimpor barang dan jasa yang mereka butuhkan. Itulah sebabnya peranan industri manufaktur dalam struktur produksi negara yang memiliki sumber daya alam berlimpah cenderung relatif kecil dan perubahannya relatif lebih lambat bila dibanding dengan negara yang miskin sumberdaya alam.

Kecenderungan mengekplorasi dan mengeksploitasi sumberdaya alam bahkan semakin kuat sejak diterapkannya kebijakan otonomisasi daerah. Hal ini terlihat dari fenomena dukungan pemerintah daerah terhadap sektor-sektor pertambangan dan penggalian untuk tujuan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) meskipun hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap kemampuan fiskal daerah.

Di lain pihak ada upaya untuk mengantisasi dampak pemanfaatan sumberdaya alam terhadap kepentingan masyarakat, salah satunya dengan membangun community development dengan lebih intensif. Hampir di semua kota-kota pertambangan dibangun sarana dan prasarana infrastruktur, penyediaan air bersih, pemukiman, pusat kesehatan, poliklinik, sarana dan prasarana pendidikan seperti yang banyak dilakukan di Kawasan Timur Indonesia, namun banyak pula perusahaan pertambangan yang tidak memiliki manajemen sumberdaya alam yang baik sehingga modal ekologi terdivestasi.

Perubahan peta politik nasional membawa dampak perubahan tata pemerintahan daerah, termasuk penyerahan beberapa kewenangan pusat kepada daerah dalam bidang peraturan/regulasi. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah sebagai tonggak pemberian wewenang kepada daerah untuk mengelola pemerintahan dan sumber daya alamnya, kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Hal itu menjadikan posisi pemerintah daerah sebagai daerah otonom semakin kuat.

C. Pembangunan Berkelanjutan

Suatu pembangunan, agar dapat berkelanjutan, memiliki suatu persyaratan minimum, yaitu bahwa ketersediaan kapital alami (natural capital stock) harus dipertahankan sehingga kualitas dan kuantitasnya tidak menurun. Pemanfaatan sumberdaya alam sebagai natural capital adalah suatu proses substraksi dan/atau penambahan materi dari dan kepada sistem alam tersebut yang berakibat pada perubahan alami dari sumberdaya. Jadi dapat kita lihat bahwa salah satu hal penting dalam pembangunan wilayah adalah konsep pembangunan berkelanjutan.

Text Box: “ Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa mendatang. Didalamnya terdapat dua gagasan penting: 1. Gagasan kebutuhan, yaitu kebutuhan essensial untuk keberlanjutan kehidupan manusia. 2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan.  (Djajadiningrat, 2001).







Tujuan yang harus dicapai untuk keberlanjutan pembangunan adalah keberlanjutan ekologis, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial budaya dan politik, keberlanjutan pertahanan dan keamanan. Sedangkan pembangunan keberlanjutan mempunyai prinsip-prinsip dasar, dan prinsip dasar tersebut dari setiap elemen pembangunan berkelanjutan dapat diringkas menjadi 4 (empat), yaitu: pemerataan, partisipasi, keanekaragaman (diversity), integrasi dan perspektif jangka panjang (Djajadiningrat, 2001). Hal ini berkaitan dengan konsep pembangunan (development) yang tidak mungkin dilakukan tanpa konsumsi. Sehingga dalam kenyataannya, pembangunan berkelanjutan seringkali memiliki kontradiksi dalam pelaksanaannya.

Kalau kita cermati paling tidak ada 3 faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi. Akumulasi modal, meliputi semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan seseorang yang ditabung kemudian diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan-peralatan dan barang-barang baru akan meningkatkan stok modal (capital stock) fiskal suatu negara sehingga pada gilirannya akan memungkinkan tingkat output yang lebih besar.


KESIMPULAN DAN SARAN/CONCLUSION

Telah disebutkan diatas bahwa pengembangan wilayah merupakan proses pemberdayaan rakyat untuk mencapai kualitas hidup lebih baik. Yang dimaksud pemberdayaan dalam konteks ini adalah pemberdayaan stake holders yang terdiri dari masyarakat, pengusaha dan Pemerintah. Di dalam prosesnya untuk mencapai kesejahteraan, stake holders tersebut akan memanfaatkan sumberdaya alam dengan instrument yang dimiliki. Untuk mencapai harmonisasi maka pemanfaatan sumberdaya alam tersebut harus mempertimbangkan daya dukung lingkungannya.

Dengan melihat pada hal-hal tersebut maka pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders (masyarakat, Pemerintah, Pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Peranan teknologi disini diterapakan dalam berbagai hal terkait dengan pembanguan wilayah, lebih spesifik lagi diterapkan dalam infrastruktur. Penerapan teknologi dalam infrastruktur dapat diterapkan misalkan dalam pembangunan jalan, gedung-gedung, sarana-prasarana, fasilitas umum (terminal, stasiun, bandara) dan lain sebagainya yang intinya untuk mendorong sektor investasi dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang pada akhirnya akan bermuara pada percepatan/akselerasi pembangunan wilayah.

Secara umum konsep pembangunan infrastruktur untuk mendukung pembangunan wilayah dapat dilihat dari:

- Pertumbuhan yang terjadi harus di usahakan oleh semua unsur, baik pemertintah, masyarakat, maupun swasta.

- Proses perubahan lahan yang terjadi bukan merupakan proses segmental yang berlangsung tahap demi tahap, tetapi merupakan proses yang komprehensif dan berkesinambungan.

- Perubahan yang terjadi mempunyai kaitan erat dengan emosional (sistem nilai) yang ada dalam populasi pendukung.

- Faktor-faktor penyebab perubahan lainya adalah vision (kesan), optimalnya kawasan, penataan yang maksimal pada kawasan dengn fungsi-fungsi yang mendukung, penggunaan struktur yang sesuai pada bangunan serta komposisi tapak pada kawasan.



REFERENSI


Gallion, 2004.The Urban Pattern.

MT Zen, 1999. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah.

Porter (1990). dalam Tiga Pilar pengembangan Wilayah (1999)

PP Nomor 47 Tahun 1997.

PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Todaro. 2004. Perencanaan pembangunan negara dunia ketiga.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.



Ditulis Oleh : Wahyu Winoto, S.Pd. Hari: 5:04:00 AM Kategori:

0 komentar: